oleh: Hari (Manajer External Training Program L’Ayurveda)

“Anda tidak dapat menghindari ketegangan dan tidak usah menghindarinya. Bagaimana mengolah diri Anda, bagaimana menggunakan ketegangan, kegelisahan Anda secara efektif – itu yang dibutuhkan.” Anand Krishna, Humanis Spiritual, Penulis Produktif 170+ buku

Kutipan tersebut dapat ditemukan dalam buku Ananda’s Neo Self Empowerment karya Bapak Anand Krishna, sebuah buku best-seller yang terus cetak-ulang dari tahun 1998 hingga hari ini. Para penggemar setia karya beliau pasti tahu bahwa buku tersebut memang cetak ulang berkali-kali sejak ukurannya masih tipis dengan judul “Seni Memberdaya Diri 1: Meditasi untuk Manajemen Stress”, kemudian terbitlah edisi perluasan yang lebih tebal, dan di tahun 2010an covernya berganti dan judulnya menjadi “Meditasi untuk Manajemen Stress & Neo Zen Reiki untuk Kesehatan Jasmani Rohani” sebelum akhirnya terbitlah edisi tahun ke-20 pada tahun 2018 dengan judul “Ananda’s Neo Self Empowerment”

Mengapa Meditasi untuk Manajemen Stress? Karena ini praktis dan efektif!

Itulah jawaban yang sering kami berikan dalam berbagai kesempatan, baik kepada klien yang bertanya langsung ataupun dalam situasi workshop. Tapi mungkin sampai di sini, banyak di antara sahabat pembaca yang bertanya: Meditasi? Manajemen Stress? Praktis dan Efektif?

Ya, saya sempat membahas dalam tulisan sebelumnya yang berjudul Rahasia Manajemen Stress: Karena Liburan saja Tidak Cukup bahwa memang ada banyak cara untuk manajemen stress, saya kutipkan di sini apa saja cara manajemen stress yang sempat ditempuh

Dalam berbagai pelatihan manajemen stress yang diberikan oleh L’Ayurveda, salah satu materi yang dibahas adalah menyadari berbagai akibat nyata dari stress. Kemudian juga dibahas cara kita mengatasinya selama ini, entah itu dengan liburan; menghibur diri lewat hiburan seperti karaoke dan nonton film; mencari kegiatan seperti memancing; wisata kuliner dengan makan enak; bahkan sampai ada yang memiliki kebiasaan untuk melakukan olahraga high impact seperti beladiri untuk melepaskan stress.

Lantas kalau sudah banyak cara untuk manajemen stress, mengapa harus meditasi? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, mari kita merujuk sedikit ke buku “Ananda’s Neo Self Empowerment”. Oh ya, sebagai informasi, buku tersebut lahir dari pengalaman pribadi Bapak Anand Krishna, utamanya pengalaman hidup beliau pada tahun 1991. Pada saat itu, beliau menghadapi masa-masa yang penuh stress: divonis dokter menderita leukemia (kanker darah) dengan peluang hidup hanya beberapa bulan; harus melepaskan perusahaan garmen miliknya yang baru dirintis dengan susah payah; dan menghadapi situasi finansial yang begitu payah. Buku tersebut menceritakan pengalaman kesembuhan beliau dan awal kebangkitan beliau yang akhirnya menjadi seorang penulis produktif dengan 170an judul buku hingga saat ini.

Kembali ke pertanyaan tadi: Lantas kalau sudah banyak cara untuk manajemen stress, mengapa harus meditasi? Dalam buku tersebut, Bapak Anand Krishna menjelaskan apa yang dimaksud dengan meditasi. Ada beberapa penjelasan tentang meditasi dalam buku tersebut, di antaranya adalah:

  • Meditasi adalah sebaliknya, membebaskan pikiran dari upaya pemusatan. Dengan kata sederhana, membuyarkan pikiran dari tugasnya berpikir. Lazim dikenal dengan istilah relaks, bebas dari ketegangan berpikir. (hal. xxvi)
  • Meditasi itu sendiri, sesungguhnya adalah sebutan bagi suatu keadaan – Keadaan Meditatif, Keadaan Penuh Perhatian atau Kesadaran, Attentiveness. Bukan mindfulness, istilah yang saat ini lebih sering digunakan. (hal. xxxi)
  • Meditasi adalah gaya hidup. Meditasi harus menjadi dasar kehidupan seseorang, baru ia dapat disebut seorang meditator. (hal. 80)
  • Meditasi sama dengan perluasan kesadaran. Meditasi mengantar kita pada tahap Samadhi atau keseimbangan diri yang sempurna. Setelah mencapai keseimbangan diri yang sempurna, Anda tidak lagi gelisah, kuatir, takut, atau cemas menghadapi suatu situasi. (hal. 81)
  • Sekali lagi, saya ingatkan: Konsentrasi bukan meditasi. Konsentrasi menegangkan. Meditasi menghilangkan ketegangan sehingga kita tidak sekadar mampu mengendalikan stress, tetapi mengolah energi stress menjadi lebih produktif, lebih dinamis, dan lebih kreatif. (hal. 97)

Nah, sekian banyak poin di atas kiranya sangat menarik sebagai alasan penunjang mengapa memilih meditasi sebagai solusi untuk manajemen stress. Terlebih seluruh poin di atas dikemukakan oleh seseorang yang berhasil mengelola stressnya, sembuh dari leukemia (kanker darah), dan bangkit dari keterpurukan. Artinya ini bukan sekadar omong kosong dan teori belaka, tetapi sesuatu yang bisa dilakoni, sesuatu yang praktis dan aplikatif.

Lalu bagaimana cara meditasinya? Bukankah meditasi disebutkan sebagai suatu keadaan dan gaya hidup?
Di sinilah letak keunikan dari pendekatan yang ditawarkan oleh Bapak Anand Krishna. Dalam kelas meditasi, sesi privat, ataupun workshop Ayur Stress Management untuk institusi dan korporat, tidak hanya penjelasan yang diberikan kepada seluruh peserta, melainkan memang diberikan beberapa latihan, beberapa metode untuk mengantar peserta memasuki keadaan meditatif.

Apakah hanya diberikan latihan saja? Tidak. Sebagaimana dijelaskan oleh Bapak Anand Krishna bahwasanya Meditasi adalah Gaya Hidup, maka para peserta pun mendapatkan lebih dari sekadar latihan. Ada materi tentang pola makan, tentang pengenalan stress, tentang pola istirahat, dan lebih spesifik lagi: tentang pola kerja (dalam workshop Ayur Stress Management untuk institusi dan korporat dimana materi yang diberikan selalu disesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan masing-masing institusi dan korporat)

Pemahaman bahwa “Meditasi sebagai Gaya Hidup” dan “Meditasi adalah Keadaan Berkesadaran” menjadikan meditasi sebagai solusi yang holistik untuk manajemen stress. Liburan, makanan, hobi, olahraga, dan berbagai hal lainnya tidak dinafikan oleh meditasi karena meditasi adalah perkara bagaimana melakukan semua hal tersebut secara sadar dalam kerangka gaya hidup yang lebih sehat.

Konon para pakar ekonomi menyebut bahwa manusia era milenial ini lebih memilih untuk membeli pengalaman daripada membeli barang (spending on experience than spending on things). Bahkan ketika manusia milenial membeli barang sekalipun, dia mementingkan experience (sehingga merek gawai tertentu sedemikian lakunya padahal harganya sedemikian mahalnya).

Cara pandang manusia milenial yang mementingkan untuk membeli pengalaman pun tidak ditentang oleh meditasi, melainkan diwarnai dengan kesadaran: “Apakah pengalaman tersebut bermanfaat ataukah sekadar menjadi pelarian belaka dalam upaya mengatasi stress?” Contohnya adalah liburan? Bila liburan digunakan sebagai satu-satunya cara untuk pengelolaan stress, maka tentu saja dibutuhkan liburan sesering mungkin di kala beban kerja meningkat. Padahal itu mungkin tidak bisa dilakukan karena justru jadwal kerja menjadi semakin ketat dan juga mungkin malah menambah beban finansial.

L’Ayurveda percaya bahwa stress itu bisa dikelola, bahkan energi stress dapat ditransformasi menjadi energi kreatif untuk berkarya. Kami percaya bahwa manajemen stress yang dilakukan secara tepat dapat menggerakkan seseorang menjadi “Happy, Healthy, and High Performance Professional”.

Coba saja simak apa kata beberapa peserta:
“Menjadi lebih rileks, energi negatif berubah menjadi energi positif untuk menjalani kehidupan ke depannya.” Suyoto, Masinis PT Kereta Api Indonesia (Persero)
“Dari pelatihan ini saya merasa seperti terlahir kembali. Hilang semua beban, uneg-uneg yang selama ini terpendam.” Fajar Shidik, Masinis PT Kereta Api Indonesia (Persero)

Lalu apa untungnya bagi perusahaan bila para pegawainya bisa melakukan manajemen stress?
Harvard Business Review menyatakan bahwa para pegawai yang bahagia dan bisa mengatasi stressnya memiliki produktivitas 31% lebih tinggi, menghasilkan penjualan 37% lebih banyak, dan 3 kali lebih kreatif dibandingkan mereka yang stress!

Informasi lebih lanjut tentang Ayur Stress Management dapat diklik di sini.

Open

Informasi & Konsultasi (Phone) 021-75915813